Almost 30 (Jangan Lakukan!)

Ini adalah tema yang setua dinosaurus yang sekarang telah menjadi minyak bumi. Yaitu tema: “Kenapa tanya-tanya hal personal sembarangan sih?” Menulis sebuah rant mengenai pertanyaan-pertanyaan personal sudah pernah dituliskan berkali-kali sepertinya, dan ini adalah salah satu tulisanku.

Lalu mengapa masih membuat comic stripnya?

Aku membuat comic strip ini untuk mengungkapkan rasa kesal dalam bentuk yang konyol dengan memberikan penyelesaian yang “cukup bisa diterima”. Kalau kekesalan digambarkan dalam bentuk komik, sepertinya masalah itu cetek sekali.

Jadi daripada memikirkannya atau memikirkan apakah itu pantas dipikirkan, mendingan juga dibuat jadi lucu-lucuan!

Jangan Tanya-Jawab-nyaw, apapun!-

Almost 30 (Cinderella Story)

Apakah dirimu penggemar drama Korea?

Aku bisa disebut sebagai penonton setia tapi bukan penggemar yang baik (karena tidak hapal dengan aktor dan aktrisnya). Aku memang secara umum menyukai drama dengan cerita menarik.

Setelah beberapa kali menonton drama Korea, aku perhatikan sering kali ada adegan “kehilangan sepatu sehingga harus dipakaikan sepatu oleh sang aktor ganteng”. Kupikir itu adalah adegan yang terinspirasi oleh cerita Cinderella, Tampaknya bagi orang Korea, cerita Cinderella sangat romantis.

Aku sih sedikit kecut kalau mengingat tentang Cinderella. Itu adalah karena ceritaku agak lebih cocok untuk dijadikan script lawak Srimulat ketimbang drama Korea!

Cinderella Story-nyaw, karena ada Cinderella yang bisa lawak-

Almost 30 (Kondom)

Saat ini sedang heboh akibat bus bergambar Jupe seksi yang membagi-bagikan 3 kondom gratis di kampus-kampus dalam rangka memperingati Hari Aids.

Tapi kita tidak akan membicarakan hal serius seperti itu.

Saat ini yang akan kita bicarakan adalah pengalaman dengan hal-hal pertama saat remaja yang mencengangkan dan lucu. Buatku salah satunya adalah kondom. Aku beruntung karena memiliki pengalaman yang sama dengan 2 teman SMU yang sampai saat ini masih suka saling kontak. Buatku pengalaman ini sangat menggelikan karena pada saat itu kami tidak mengira bahwa itu akan menjadi pertemuan pertama dengan kondom. Kami berjumpa dengan kondom pertama kali melalui majalah MTV Trax. Saat kemasan dibuka, kami sangat tercengang dengan bentuk dan cairan lubrikan kondom tersebut. Karena kami adalah anak-anak dengan rasa penasaran yang tinggi, kami sempat mengukur kondom itu segala. Yang agak aku sesali adalah kenapa kami tidak mencoba mengisi kondom itu dengan air dan melihat volume kondom secara nyata.

Kupikir untuk anak-anak lain, mungkin mereka mengetahui kondom dengan caranya sendiri-sendiri. Ada yang beruntung dengan bersekolah di luar negri sehingga memperoleh pendidikan seks. Rasanya aku pernah diceritakan selewat bahwa dia mengetahui tentang kondom dengan cara menyuruh salah satu temannya membeli kondom itu lalu beramai-ramai meneliti kondom tersebut (sedikit mirip dengan pengalamanku).

Aku juga menyertakan cerita mengenai kegunaan kondom bagi teman-teman Jurusan Teknik Sipil. Aku merasa terkesan dengan kegunaan lain kondom ini karena pada saat itu aku berpikir negatif saat mendengar sampah kondom yang berserakan di lab. Tapi setelah temanku melanjutkan ceritanya, aku pun jadi mempertanyakan banyaknya hal yang sebenarnya aku tahu permukaannya saja. Mungkin cukup banyak. Mendengarkan cerita yang setengah-setengah itu benar-benar merugikan karena bisa jadi kita berpikir hal yang tidak semestinya dipikirkan.

Jadi buatku kondom selain adalah suatu alat kesehatan, juga suatu tanda untuk tidak cepat menyimpulkan apapun.

Meskipun sebenarnya di dalam strip ini isinya tentang pengalaman-pengalaman lucu, mungkin ada beberapa orang yang tidak beruntung dan mendapati pengalaman pertamanya dengan kondom tidak menyenangkan bahkan traumatis.

Alangkah baiknya bila semua orang mempunyai pengalaman yang lucu-lucu saja.

Kondom-nyaw, mari membuat kenangan-kenangan lucu!-

Almost 30 (True Love Form 1)

Ini adalah cuplikan sebuah status FB;

status supretmen

Kalau menyimak dari status itu, manusia itu secara umum tidak mengetahui keinginannya dan juga bisa dibilang trend saat ini adalah “ketidaksempurnaan itu sempurna” (karena toh Anda sendiri tidak sempurna).

Tapi pertanyaan sebenarnya adalah, pada titik mana sih Anda menerima?

Tak perlu dijawab, tapi cukup dipikirkan untuk masing-masing saja.

Ngomong-ngomong tentang persepsi, berarti persepsi mengenai “cinta sejati” itu macam-macam (btw, tidak, saya tidak mau membahas cinta sejati itu cinta pada Tuhan ya, dalam konteks ini adalah cinta eros tentunya). Salah satunya adalah “cinta itu pengorbanan”. Salah-salah berkorban untuk sebuah kemenangan, malah Anda sendiri yang jadi korban (Peace ah!)

True Love Form (1)-nyaw, almost 30-

Kencan Buta (Untuk Usia Tertentu)

“Kenapa sih lu selalu melakukan hal-hal yang paling randomn?”

Itu adalah pertanyaan dari Mey-chan saat aku menceritakan bahwa aku mengikuti sebuah ajang “Speed Dating”. Aku cuman bisa menjawab dengan “Entahlah, aku tidak terlalu memikirkan sesuatu. Kurasa itu juga sebuah langkah klasik buat cewek single.”

Perasaan “tidak terlalu memikirkannya” itulah yang melandaku saat aku mendaftar untuk mengikuti acara  “Speed Dating” itu. Perasaan itu juga yang melandaku saat mengajak teman baikku Rie-chan untuk mengikuti acara tersebut. Perasaan itu juga yang aku sesalkan saat on the spot dan mengetahui bahwa itu adalah sebuah acara temu lajang usia tidak siap menikah (18-22 thn) untuk mengangkat sebuah cause “Say No to Free Sex”.

Aku dan Rie-chan hanya bisa membuat sebuah mimik muka mesem-mesem.

Pada saat itu aku merasa tidak menjalani hidup aku sendiri, tapi lebih seperti tiba-tiba terjerumus dalam film komedi sarkastis tentang kehidupan wanita lajang seperti “The Bridgitte Jones Diaries”. Lalu meskipun cause yang diangkat itu cukup baik yaitu “Say No to Free Sex”, aku saat ini berada dalam usia yang tidak bisa relate dengan keinginan untuk celibate hingga “waktu yang tepat”.

Karena logisnya ini adalah “waktu yang tepat” untuk mengambil sebuah langkah drastis.

Lalu aku merasakan sedikit rasa bersalah saat pembicara acara itu di penutupan membuat sebuah pidato pendek bahwa “… saat akan melakukan hal itu, coba pikirin anak lu. Melihara binatan peliharaan aja gak becus, apalagi bayi.”

Aku merasa bersalah karena aku merasa bosan. Aku merasa bosan mendengar laki-laki yang bilang “Bayi itu gak gampang diurusnya”, “Bayi itu tanggung jawab besar”, “Bayi itu butuh biaya besar”.

Di akhir acara, aku (dengan mimik muka mesem-mesem) memutuskan bahwa aku sudah tidak mengerti dengan ketakutan seorang usia 20-awal. Aku sudah di usia 20-akhir (26 kalau mau tahu) dan aku memutuskan tidak bisa lagi terlibat dengan ketakutan untuk menikah, atau ketakutan untuk mempunyai bayi, atau ketakutan tidak memiliki kemapanan finansial (meskipun aku sendiripun tidak mapan secara finansial).

Aku juga memutuskan untuk lebih memikirkan apakah sebuah acara blind date itu pantas atau tidak diikuti. Terutama oleh seorang wanita 20-akhir dan wanita 30-awal.

We have no more time for fears.

Jadi kalau seseorang punya info tentang temu lajang untuk wanita-wanita fun and fearless kabar-kabarin saja 🙂

-nyaw, menjadi lebih pemilih dalam artian yang bagus-

Satu Kesamaan

Jadi sekarang, Muthe sekarang jadi warga Jakarta (karena kerja di sana), dan sebelum dia berangkat ke sana, Muthe mengajak aku dan Rie-chan untuk kumpul-kumpul makan bakso.

Tentu saja segala hal diobrolkan, tapi di antara segala yang diobrolkan itu, Muthe bilang kalau dia dulu mendapatkan nasihat dalam memilih jodoh.

Katanya kalau pilih jodoh, pilihlah yang mempunyai kepribadian yang berbeda tetapi hobi yang sama, Jadi, meskipun bertengkar hebat masih ada hal yang dapat dilakukan bersama-sama dan masih ada hal yang dapat menyatukan di saat-saat paling buruk.

Kalau salah satu teman kami memiliki hobi nonton. Jadi sebesar apapun pertengkarannya, dia dan suaminya akan menonton film bersama.

Masuk akal.

Memang sih, tidak perlu banyak alasan untuk bersama seseorang, cukup satu alasan yang sangat kuat saja.

-nyaw, alasan gak dibuat tapi dipahami dan dikomunikasikan dengan baik-

Romansa

Hari ini menyenangkan karena tadi pagi marathon 3 film romantis.

Film pertama yang ditonton adalah “Letters to Juliette”. Film itu romantis karena settingnya di Verona. Pemandangannya indah dan tentu saja Verona akan mengingatkan semua orang pada cinta terlarang antar Juliette Capulet dan Romeo Montague. Quote yang disukai dari film ini adalah: “If I was Romeo, I wouldn’t go whispering in the garden. I will swap Juliette of that balcony and be done with it.”

Film kedua adalah “One Fine Day”. Sepertinya adalah film di awal 90an, di mana tema yang sering diangkat adalah kehidupan romansa single parent. Pada tahun 90an, memang sedang ada gonjang-ganjing mengenai tingkat perceraian yang tiba-tiba booming (seingatku). Oleh karenanya banyak film 90an yang mengangkat tema tentang single parent yang berjuang menghidupi keluarga sendiri, sambil menuntun anak yang masih TK-kelas 1 SD dan harus berjuang menyeimbangkan waktu sambil berusaha menyelipkan waktu untuk dirinya sendiri. Di film “One Fine Day”, George Clooney dan Michelle Pfeiffer masih muda dan manis. Sayang ending filmnya agak gantung (mungkin karena memang ceritanya cuman tentang 24 jam itu saja, dooohhhh).

Film ketiga adalah “Pride and Prejudice”. Sepertinya, setiap perempuan yang membaca “Pride and Prejudice” yang dikarang oleh Jane Austen akan mengalami kesulitan untuk tidak jatuh cinta pada karakter lelaki utamanya, Mr.Darcy. Saking mempersonanya Mr. Darcy, dia tidak hanya saja ada dalam versi film “Pride and Prejudice”, dia bahkan menjadi prototype untuk tokoh lelaki di dalam buku/film “Bridget Jone’s Diary”. Bisa dibilang, kalau yang namanya perempuan itu menyukai laki-laki yang menyatakan cintanya dalam aksi ketimbang kata-kata.

Nah begitulah hal yang menyenangkan hari ini. Sedikit romansa adalah seperti sedikit merica untuk menambah rasa.

-nyaw, romantis!-

–> ditulis untuk G30HM

Menu Spesial

Menu hari ini adalah mengenai penyajian hati. Jadi seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, Minggu lalu aku, Muthe, Ir, Finna, dan Dewi Sa ke festival MahaDharma yang diadakan di monumen perjuangan. Pas sampai di sana sih, belum ada apa-apa yang ramai. Katanya sih akan ramai sekali pas malam. Karena kita adalah kumpulan cewek-cewek Cinderella, alias kumpulan cewek yang suka merasa tidak enak hati pulang lewat dari jam 12 malam (meskipun kadang-kadang aku bandel pulang malam karena asik bermain dengan teman-teman).

Ternyata yang namanya anak muda Bandung itu melakukan macam-macam hal ya. Ada yang suka bercocok tanam, yaitu Bandung Berkebun. Dapat bibit gratis dari stand ini, tapi belum menanamnya karena lupa terus mo nanam. Ada juga komunitas origami lipat-lipat (yang dilipat adalah kertas, bukan tubuh). Ada juga skater-skater, yang tentu saja bikin ngeri karena membayangkan seandainya aku yang jatuh (mungkin akan gempa ya). Ada juga komunitas yang sukses bikin Finna lari terbirit-birit, yaitu komunitas pecinta reptil (padahal reptil itu keren).

Karena yang namanya ke festival itu pasti melakukan hal-hal iseng, Muthe ke stand ramal-ramal lagi. Tadinya sih ingin menemani saja, jadi ikut duduk di stand itu. Tak sengaja bertemu Rima dan kawannya pas nunggu, terus jadi ngobrol-ngobrol tentang “seorang lelaki” (iya cewek itu gemar sekali bergosip ya). Setelah menunggu beberapa lama lagi, akhirnya datang giliran Muthe untuk diramal tarot. Karena kabitha setelah Muthe diramal, jadi ikut-ikut diramal. Yang diramalkan adalah hal yang klasik: jodoh.

Kata yang ramalnya: akan mendapatkan jodoh segera setelah bisa memaafkan semua sakit hati di masa lalu dan membuka hati lebar-lebar. Hanya bisa ketawa getir dengan hasil ramalan itu. Pertama yang dipikir adalah, “YA IYALAH.” Tapi setelah berpikir-pikir kemudian jadi menyadari bahwa, “Oh… jadi diri sendiri yang menjadi penghalang untuk maju dan meraih kebahagiaan.”

Bisa dibilang musuh terburukku adalah diri sendiri.

Setelah mendapatkan nasihat untuk membuka hati dan memaafkan orang lain, aku pun memikirkannya. Tentang membuka hati. Memang sih, tidak mudah untuk menyajikan hati di atas piring sembari bilang, “Ini hati saya, silakan cicipi.” Bisa saja kan ada resiko setelah menyajikan hati, yang menyicip akan bilang, “Astaga, rasa macam apa ini, buang buang!” atau “Ah, nggak ah, saya kenyang dan sepertinya terlalu besar porsinya.” atau “Uhm, boleh juga, tapi yang itu juga boleh, coba yang itu juga boleh.” atau juga “Ok juga sih tapi harus pakai garam dikit ya, mungkin gula juga atau bagaimana kalau dimasak ulang?”

Meskipun banyak kemungkinan yang tidak enak seperti itu, mungkin… mungkin saja ada yang bilang, “Enak ya, pas.”

Bisa dibilang para penjaja hati di luar sana hanya bertahan demi satu kemungkinan kecil saja yaitu sebuah remark singkat, “Enak ya, pas.”

-nyaw, penjaja hati-

Berpegangan Tangan

“I wanna hold your hand. I wanna hold your hand!”

-The Beatles-

The Beatles adalah salah satu band yang legendaris karena kesederhanaannya. Menurut banyak orang, cara The Beatles mengungkapkan perasaan jatuh cinta begitu jujurnya karena sebenarnya sebelum semua hal-hal yang begitu rumit seperti “keseriusan”, “pernyataan cinta”, “pertanggungjawaban” semuanya berawal dari hal sesederhana “ingin berpegangan tangan”. Kepolosan yang diungkapkan dari keinginan berpegangan tangan tidak semua orang mengingatnya, jadi sangat menakjubkan rasanya ada seseorang yang mengingat hal sesederhana itu.

Aku adalah orang yang termasuk ke dalam salah satu orang yang merasa takjub dengan kesederhanaan tersebut. Setelah membaca sebuah komik lama yang sudah berdebu mengenai pengalaman berpacaran untuk pertama kali, aku jadi ingat betapa sederhananya berhubungan dengan lawan jenis sebelum semua resiko diketahui dengan jelas. Semuanya sesederhana “rasa malu bertatapan langsung”, “ingin sering ketemu dia”, “mengumpulkan keberanian memulai obrolan”, dkk. Sekarang setelah mengetahui segala resiko semuanya menjadi ” apakah diacukup berani untuk mengatasi rasa malunya bertapapan langsung?”, “apakah dia ingin ketemu saya?”, “apakah dia berusaha mengenal saya?”, dkk hal yang berbentuk tanda tanya dalam beragam bentuk.

Di luar dugaan, mengetahui resiko malah bisa merusak hal yang tadinya baik. Suatu hal yang tadinya polos dan anak-anak begitu didewasakan menjadi lambat dan tidak asik.

Tapi tidak semua hal yang dewasa itu lambat dan tidak asik. Di luar sana ada loh orang dewasa yang masih bisa asik, tapi karena mengetahui resiko, dia menjalani hubungan percintaannya dengan otak (yang entah bagaimana cara melakukannya pada saat kau harus menggunakan hati…).

Karena berpikir-pikir tentang bahwa perubahan kepolosan menjadi kehati-hatian, aku pun berpikir bahwa sepertinya aku juga mengalami penuaan yang seperti itu. Aku pun saat melihat lawan jenis menjadi berhati-hati tanpa alasan yang jelas. Kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah aku mengharapkan jenis ketertarikan lawan jenis yang salah.

Apakah aku mengharapkan “ingin selalu bersama” ketika secara naluri aku malah mengeluarkan “apakah kita mempunyai keinginan bersama?”

Tenanglah, bukan hanya kebanyakan kita yang berubah. Bahkan Beatles pun berubah:

“… love is more than just more than holding hands

… I would love to love you and that she will cry when she learns we are two, if I fell in love with you”

-The Beatles-

-nyaw, in a vintage feeling way, remembering old feelings from old songs and new feelings also from old songs-