Kisi-kisi Pertanyaan Momen Lebaran

  1. “Umur berapa?
  2. “Sekolah di mana?”
  3. “Rangking berapa?”
  4. “Kuliah di mana?”
  5. “Jurusan apa?”
  6. “Nanti kerjanya apa?”
  7. “Kira-kira gajinya berapa?”
  8. “Udah punya calon belum?”
  9. “Kapan mau nikah?”
  10. “Udah isi belum?”
  11. “Kapan nambah lagi buat kakaknya?”

Kira-kira itu adalah kisi-kisi pertanyaan seputar momen lebaran. Mendekati usia semakin tinggi, semakin aku tidak menyukai hari lebaran, dan ternyata teman-temanku juga merasakan hal yang sama. Rata-rata orang yang aku kenal dan tidak menyukai lebaran ada di tahap pertanyaan 5-9 dan mereka membenci fase hidup mereka. Yang dapat dilakukan adalah menghela napas dan menjawab dengan senyum palsu, “Insya Allah akan datang waktunya.”

Sebagai seseorang yang hampir 100% introver, mau bilang aja:

“Gwa bilang juga apa, basa-basi itu ngeselin tau.”

Buat oran-orang yang merasa sudah berhak untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut karena merasa hidupnya sudah menjadi yang terbaik karena telah mencapai fase-fase tersebut, aku sarankan untuk berpikir beberapa kali sebelum melontarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mungkin bagi anda, itu hanya sebuah usaha memulai pembicaraan, tapi bagi yang ditanya itu adalah sebuah tekanan untuk dapat diterima/dianggap normal.

Pernahkah mendengar cerita tentang Nabi Muhammad (terlepas dari sahih atau tidaknya), bahwa beliau tidak pernah mengumbar perasaannya, bahkan perasaan bahagia? Beliau selalu langsung menyebut nama Allah apapun perasaannya. Pernahkah bertanya-tanya mengapa demikian?

Aku sih pernah bertanya-tanya, why? Memang Nabi Muhammad dikenal sebagai seorang introvert, tapi kenapa? Kenapa harus bersikap begitu?

Sebenarnya adalah begini, manusia itu memang makhluk yang rentan secara psikologis. Banyak pemicu rasa iri dengki. Memang, iri dengki itu adalah penyakit hati, tapi membantu saudara kita agar tidak mempunyai penyakit hati juga merupakan hal yang terpuji. Kalau menurut cerita-ceritanya, iri dengki itu sampai bisa mencelakakan, disebutnya dengan “evil eye”

(Sedikit info tentang evil eye; Sumber: wikipedia)

Begitulah, makanya sebelum mengeluarkan suara, cobalah berpikir apakah tujuan bersuara itu. Kalau hanya untuk basa-basi, sangat disarankan untuk diam saja. Di momen lebaran, sangat dihargai sikap diam yang sopan dan sikap basa basi benar-benar umum seperti bertanya tentang cuaca atau politik.

Kalaupun keceplosan berbasa-basi seperti itu, alangkah baiknya mengucap komen netral seperti “Oh”, atau hanya senyum.

Di saat momen lebaran, diam anda menjadi emas dan kemampuan mengobrol ngalor ngidul yang tidak personal adalah platina.

-nyaw, menikmati lebaran yang bisu-