Aku masih seorang murid SLTP ketika guru fisika dan guru Bahasa Indonesia-ku mengatakan bahwa suatu hari aku akan menjadi penipu. Aku adalah pelupa yang akut, tapi aku akan ingat kalau ada seseorang yang menyebutku penipu. Sebegitu kuatnya ingatanku akan kenangan yang satu itu hingga aku pun menjadi penipu sampai detik ini.
Tadi siang aku menipu sekumpulan kasir toko buku.
Di toko buku itu terdapat 3 kasir. Seorang kasir sedang melayani seorang tamu, sedangkan yang dua lainnya berpura-pura tidak melihatku. Kedua kasir itu baru menawarkan pelayanan ketika seorang bapak mengantri di belakangku. Aku mengantri lama sekali dengan perasaan yang bingung.
Kenapa kedua kasir itu tidak mau melayaniku?
Aku pun menjadi marah. Sebenarnya aku tidak enak badan hari ini, tapi ada komik yang sangat ingin aku baca jadi aku sengaja keluar rumah untuk mencari komik itu. Ternyata aku tidak mendapatkan komik itu. Dan ternyata juga dua kasir membuang mukanya padaku.
Kata orangtuaku, penampilanku lusuh sekali, makanya aku diremehkan. Penampilanku membuat kedua kasir itu berpikir bahwa aku tidak punya uang untuk membayar buku yang akan aku beli (tipe tamu yang mengambil lalu ketika menyadari betapa mahalnya, mengembalikan bukunya). Aku mencibir, “Bodoh sekali mereka tertipu penampilanku!” Lalu aku pun mendapat ceramah panjang tentang penampilan yang dapat menarik rasa hormat orang lain, tapi dalam hati aku menyahut, “Aku akan menipu mereka seumur hidupku!”
Ternyata doa kedua guruku pada saat itu menjadi nyata. Bahwa aku menjadi penipu. Itu adalah sesuatu yang aku lakukan secara alami tanpa perasaan bersalah.
Perasaan puas karena membodohi kedua kasir itu membekas dalam di dalam hatiku. Seperti yang ditulis dalam fabel Pangeran Kecil: “Hal yang penting tidak terlihat mata.”
Jadi di akhir tahun ini aku memberitahukan betapa pentingnya untuk tidak tertipu oleh penipu-penipu penampilan seperti aku. Kalau di masa depan, aku mempunyai seorang anak *amien*, dan dia sampai tertipu seorang ‘penipu penampilan’, aku akan menggampar anakku itu. Dan kalau sampai aku pun menjadi lebih bodoh dari biasanya, anakku boleh menggamparku 10 kali dengan pemukul kasur.